Selain Silvany Austin Pasaribu, 5 Diplomat RI Ini Juga Bungkam Vanuatu di Sidang PBB


 Vanuatu terakhir jadi perhatian sebab menyinggung rumor Papua yang dipandang bukan ranah mereka, selanjutnya dinilai oleh perwakilan Indonesia. Seteru itu jadi trending di sosial media.

Register dan Validasi Akun Judi Slot

Dalam pengakuannya, Vanuatu minta supaya Indonesia memberikan izin Komisaris HAM PBB untuk masuk di Papua Barat.


Pertama Menteri Vanuatu Bob Loughman menyebutkan ada pelanggaran HAM di propinsi itu. Dia mengomentari dunia internasional sebab pilih-pilih dalam mengulas pelanggaran HAM.


"Ada pelanggaran HAM berat berlangsung di seputar kita, tapi kelihatannya dunia ambil pendekatan yang tebang pilih," tutur PM Vanuatu Bob Loughman dalam Sidang Umum PBB ke-75, Senin 28 September 2020.


"Tahun kemarin, beberapa pimpinan dari Pacific Island Komunitas dengan hormat minta pemerintah Indonesia untuk meluluskan Kantor Komisaris HAM PBB untuk berkunjung ke propinsi Papua Barat. Sampai sekarang, tidak ada perkembangannya. Karena itu, saya minta pemerintah Indonesia supaya minta meluluskan keinginan awalnya dari pimpinan Pasifik," tutur PM Loughman.


Dalam hak jawab di PBB, perwakilan Indonesia membalas dengan menyebutkan Vanuatu membuat malu (shameful), negara yang tidak paham apa-apa (ignorant country) dan ikut serta kepentingan negara lain. Diplomat Indonesia menyoroti ada faksi yang tidak ikhlas memberikan dukungan HAM (artificial human rights concern).


Perwakilan Indonesia tidak menjawab tentang izin Komisaris HAM PBB.


Vanuatu rupanya bukan pertama kali menyinggung Papua di sidang umum PBB serta dibungkam oleh diplomat Indoneisa. Kecuali Silvany Austin Pasaribu, di bawah ini lima perwakilan RI yang mulai bicara menangkis tanggapan rumor itu serta tidak lepas menjadi perhatian arena internasional.


Di bawah ini penjelasannya, Liputan6.com kumpulkan dari beberapa sumber, Rabu (30/9/2020):


Nama Nara Masista Rakhmatia menjadi perhatian arena internasional waktu Sidang PBB Tahun 2016.


Delegasi muda Indonesia yang saat itu berumur 34 tahun dengan tegas menolak tuduhan dari enam kepala negara dalam Sidang Majelis Umum PBB beberapa lalu.


Nara Masista Rakhmatia yang disebut Perwakilan Masih Republik Indonesia untuk PBB di New York sampaikan respon Indonesia berkaitan dakwaan pelanggaran HAM di daerah Papua serta Papua Barat.


Nara sampaikan respon Indonesia berkaitan dakwaan kepala pemerintah Kepulauan Solomon serta Vanuatu yang dibantu oleh Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga.


Ke enam pimpinan negara itu menunjuk jika Indonesia lakukan pelanggaran hak asasi manusia pada masyarakat asli di daerah Papua serta Papua Barat.


Menyikapi hal itu, delegasi muda Indonesia yang dahulunya adalah mahasiswa Jalinan Internasional Kampus Indonesia itu menjelaskan jika tuduhan itu memiliki motif politik serta begitu mencampuri kepentingan negara lain.


Nara mengatakan jika pengakuan pimpinan beberapa negara Pasifik itu memperlihatkan ketidakmengertian mereka pada riwayat, perubahan pembangunan dan keadaan paling baru di Papua serta Papua Barat.


"Ini ialah aksi tidak berteman serta manuver retorika politik," kata Nara dalam Sidang Majelis Umum PBB itu.


Nara, sebagai wakil Indonesia, mengatakan jika pengakuan enam kepala negara itu disangka dibuat untuk memberikan dukungan barisan separatis yang berupaya membuat merasa tidak aman serta intimidasi di Papua.


Diplomat alumnus Sekolah Departemen Luar Negeri angkatan 33 tahun 2008 itu menyesalkan pengakuan yang dikeluarkan oleh beberapa negara Pasifik itu.


Kepandaian serta keteguhan diplomat Indonesia itu mengundang perhatian warganet dunia maya, khususnya di sosial media.


Dalam acara tahunan PBB tahun itu, kebersamaan untuk Papua tidak cuman dari ke-2 negara Pasifik.


PM Tuvalu Enele Sosene Sopoaga mengatakan PBB menyertakan diri dalam perlakuan penetapan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Sedang Louis Straker, perdana mentri Saint Vincent serta Grenadine, satu negara di Kepulauan Karibia, mengatakan proses dekolonisasi belum selesai di Papua.


Dalam serangkaian Diskusi Umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ke-72, Nara Ainan yang memegang Sekretaris III Perwakilan Masih Indonesia untuk PBB pada 25 September 2017 memberi respon sikap Kepulauan Solomon serta Vanuatu yang tuntut Dewan HAM PBB untuk dengan cara sah menginterogasi pelanggaran HAM di Papua.


Nara menyikapi kedukaan perwakilan Vanuatu serta Kepulauan Solomon mengenai Papua serta Papua Barat dengan menjelaskan dakwaan palsu yang digaungkan Tuvalu serta Saint Vincent serta Grenadines memiliki motif ekonomi. Beberapa negara itu "ditutup matanya" serta menampik untuk pahami jika provinsi-provinsi itu sudah nikmati cara besar dalam perkembangan serta pembangunan ekonomi. Mereka tumbuh 9,21 %, paling cepat di Indonesia, serta masih jadi sisi integral serta kedaulatan negaranya.


"Mereka yang membuat klaim semacam itu dimotivasi oleh individu dengan jadwal separatis untuk mengeksploitasi permasalahan hak asasi manusia," tuturnya sambil menanyakan kenapa kecemasan itu - bila tepat - tidak diangkat di komunitas Dewan Hak Asasi Manusia yang sesuai dengan, seperti diambil dari situs un.org.


Dia mengutamakan jika catatan hak asasi manusia beberapa negara itu tidak prima, ia menjelaskan usaha ilegal untuk memangkas kedaulatan serta kredibilitas daerah Negara Anggota menyalahi beberapa prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Kita tidak dapat biarkan ini berlangsung."


Satu tahun sesudahnya dalam Sidang Ke-73 Majelis umum PBB, gantian diplomat Aloysius Selwas Taborat menangkis gempuran dari negara kecil di Laut Pasifik, Vanuatu.


Waktu itu, Vanuatu bernada di PBB dengan memberikan dukungan pergerakan separatis Papua Barat. Lantas Aloysius Selwas Taborat memakai hak jawab kedua-duanya dengan menjelaskan, negara di Pasifik itu tidak tahu apa-apa dengan mengatakan supportnya buat Papua Barat untuk tentukan nasib sendiri.


"Walau dikaburkan dengan bunga-bunga kedukaan hak asasi manusia, salah satu kemauan serta aksi Vanuatu dengan cara langsung melawan beberapa prinsip jalinan pertemanan antar negara yang disetujui dengan cara internasional, kedaulatan serta kredibilitas teritorial," kata perwakilan Indonesia, Aloysius Selwas Taborat seperti diambil dari The Guardian saat itu.


Taborat menjelaskan Vanuatu berkali-kali memberikan dukungan pergerakan separatis serta ia menanyakan sikapnya untuk negara yang "patuh pada hukum internasional".


"Suport yang tidak bisa dimaafkan untuk individu separatis ini secara jelas diperlihatkan oleh Vanuatu yang masukkan beberapa orang dengan catatan kriminil yang serius serta jadwal separatis dalam delegasi mereka ke PBB."


Taborat menjelaskan jika orang Papua sudah "sekali serta untuk semua memperjelas kembali lagi Papua ialah sisi yang tidak bisa ditarik datang dari Indonesia" serta itu "final, tidak bisa dirubah serta permanen", merujuk pada resolusi PBB tahun 1969 yang menulis apakah yang disebutkan Aksi Penyeleksian Bebas.


Beberapa orang Papua Barat memandang cara aneksasi ilegal oleh Indonesia serta pemberontakan separatis sudah berjalan semasa beberapa dasawarsa.


Pemerintah Indonesia menunjuk pola Vanuatu mengusung rumor Papua ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukan dilatari kepedulian pada hak asasi manusia, tetapi kebutuhan negara itu memberikan dukungan pergerakan separatis di Indonesia.


"Vanuatu ingin memperlihatkan kesan-kesan ke dunia jika mereka memberikan dukungan rumor HAM, tapi pola yang sebetulnya, negara itu memberikan dukungan jadwal separatis (di Propinsi Papua Barat)," tutur Diplomat Kementerian Luar Negeri Indonesia Rayyanul Sangaji dalam session hak pertama menjawab (1st Right of Reply) pada Sidang ke-74 Majelis Umum PBB di New York, Sabtu 28 September 2019 seperti diambil dari Di antara News.


"Cara provokatif Vanuatu memperlihatkan dengan jelas jika tindakan separatis di Papua tidak berbentuk lokal sebab sudah dibantu negara itu (state-sponsored separatism)," kata Rayyanul.


Vanuatu ialah tempat berdirinya pergerakan separatis "United Liberation Movement for West Papua" pada 7 Desember 2014. Organisasi itu diperintah tokoh separatis yang sekarang ini sudah jadi masyarakat negara Inggris, Benny Wenda.


Dalam session diskusi umum itu, Rayyanul mengenalkan dianya adalah orang asli Papua serta turunan ras Melanesia. Dia menjelaskan suport Vanuatu pada jadwal separatis di Papua cuman membuat perselisihan disana semakin menghangat. Mengakibatkan, banyak masyarakat sipil jatuh jadi korban serta beberapa infrastruktur juga rusak karena perselisihan di Propinsi Papua serta Propinsi Papua Barat.


"Vanuatu tidak sadar jika laganya memberi keinginan kosong, serta menyebabkan perselisihan. Tindakan itu benar-benar tidak bertanggungjawab," kata Rayyanul.


Dalam peluang menjawab klaim Vanuatu pada Papua, Rayyanul ikut minta supaya negara di Pasifik itu kembali lagi membaca bukti serta catatan riwayat sebelum memberikan dukungan tindakan separatis di propinsi paling timur Indonesia.


"Saya meminta Vanuatu kembali lagi membaca catatan riwayat Papua. Bila telah, saya meminta Anda satu kali lagi membaca keseluruhnya bukti sampai kalian memperoleh deskripsi yang pasti tentang posisi Papua," tutur Rayyanul di depan Majelis Umum PBB seperti dilihat lewat situs webtv.un.org.


Rayyanul menerangkan semenjak Indonesia merdeka, Papua sudah jadi kesatuan daerah negara itu. Oleh karenanya, Rayyanul, wakil pemerintah Indonesia dalam sidang itu, tidak berhasil pahami sikap Vanuatu yang sering mengusung rumor Papua dan mencampuri kepentingan dalam negeri Indonesia pada forum-forum dunia.


Dalam session itu, Rayyanul menjelaskan pemerintah Indonesia terus memiliki komitmen membuat perlindungan HAM semua masyarakatnya, termasuk juga rakyat Papua. Pengakuan itu dikatakan buat mengklarifikasi klaim pelanggaran HAM yang dilaksanakan pemerintah Indonesia di Papua.


"Di negara demokratis seperti Indonesia, kerja pemerintah tetap dipantau rakyat, termasuk juga salah satunya instansi HAM yang berdiri sendiri serta dapat dipercaya," kata Rayyanul.


Diplomat kelahiran Papua itu tutup pengakuannya dengan menjelaskan Indonesia dibuat dari macam suku serta etnis. Walau begitu, dia mengatakan, "kita bersaudara".


Pertama Menteri Vanuatu Charlot Salwai Tabimasmas dalam pidatonya di depan 193 negara anggota PBB, Jumat, sampaikan pelanggaran HAM berlangsung di Papua. Tabimasmas tuntut pemerintah Indonesia untuk dengar kemauan warga Papua, termasuk juga kemauan mereka tentukan nasib sendiri.


Dalam pidatonya pada Sidang ke-74 Majelis Umum PBB, Vanuatu bukan hanya tuntut pemerintah Indonesia, dan juga PBB serta Komisi HAM Tinggi PBB (OHCHR) untuk selekasnya melakukan tindakan masalah sangkaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.


Nama Silvany Austin Pasaribu menjadi perhatian sesudah laganya membekap Vanuatu seperti beberapa diplomat RI perintisnya.


Berikut kutipan jawaban diplomat Indonesia Silvany Austin Pasaribu sebagai trending:


Membuat malu jika satu negara ini mempunyai obsesi yang terlalu berlebih serta tidak sehat berkaitan bagaimana Indonesia harus melakukan tindakan atau memerintah diri kita.


Sebenarnya, saya bingung bagaimana satu negara coba mengajarkan faksi lain sesaat tidak pahami pokok dari semua konsep esensial Piagam PBB.


Jadi perkenankan saya menginformasikan ini: Hal yang betul ialah dengan menghargai beberapa prinsip tidak ikut serta dalam soal lokal negara lain, serta hal yang betul dengan menghargai kedaulatan serta kredibilitas daerah beberapa negara lain.


Jadi sampai Anda lakukan itu, tolong taruh khotbahnya sendiri.


Presiden Indonesia mengatakan kemarin di Great Hall of Nations ini. Serta saya kutip: "Kita harus mempromokan pendekatan win-win pada jalinan antar-negara yang sama-sama memberikan keuntungan." Akhir cuplikan.


Tentu saja ajakan itu digemakan oleh pimpinan-pemimpin dunia pada minggu ini, tetapi negara ignorant ini (Vanuatu) pilih lakukan kebalikannya.


Di saat kritis kesehatan genting serta kesusahan ekonomi yang besar, negara ini justru pilih menanam kedengkian serta menyebar perpecahan dengan menyamarkan advokasi mereka pada separatisme dengan kecemasan HAM yang berbunga-bunga.


PM Vanuatu sampaikan pidato di sidang umum majelis PBB, dalam pidatonya ikut disinggung sangkaan pelnggaran HAM di Papua Barat. Indonesia langsung sampaikan sanggahan pada pidato itu.


Postingan populer dari blog ini

constantly counted on him as well as understood his function

Globe Traveling or even Searching for Enthusiasm Will not Leave That You Are actually

Dark openings: our team believe we've found the mystical birth of one